Oleh : Rahmania, S.Psi
Bimantika.net -Luar biasa gegap gempita konser girlband asal Korea, Blackpink yang diselenggarakan di Gelora Bung Karno (GBK) beberapa hari lalu.
Tiket terjual ribuan lembar, kemegahan panggung, hingga pada pengamanan optimal oleh Polda Metro Jaya dengan menurunkan ribuan personil untuk mengamankan jalannya konser.
Betapa totalitas persiapan semua pihak juga pelayanan negara terhadap agenda konser dan sejenisnya,
Sementara di lain sisi terjadi perlakuan yang berbeda terhadap agenda rohis dan sejenisnya.
Konser Blackpink
Blackpink sukses menggelar konser bertajuk ‘World Tour [Born Pink]’ di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta pada akhir pekan ini. Di Indonesia, konser yang dipromotori oleh iME Indonesia diselenggarakan selama 2 hari, yakni 11-12 Maret 2023.
Konser dimulai dari KSPO Dome Olympic Park, Korea Selatan pada 15-16 Oktober 2022 dan berlanjut ke berbagai negara di dunia.
Ini bukan konser megah dan gempita pertama di negeri ini. Jauh sebelumnya, berbagai konser musik telah diselenggarakan di negeri ini, baik dari group band yang berasal dari Eropa dan Amerika, maupun group band dari Asia seperti boyband dan girlband asal Korea, Jepang dan sebagainya.
Demikian juga konser-konser musik dari group musik dalam negeri yang menyasar berbagai kalangan seperti remaja usia sekolah hingga mahasiswa.
Walau dengan harga tiket yang tak murah, seperti pada konser Blackpink beberapa hari lalu, harga tiket tembus hingga di angka 9 juta rupiah. Bagi kalangan umum angka ini cukup fantastis, namun tidak bagi pecinta konser musik.
Bahkan mereka telah mempersiapkan jauh-jauh hari dengan menabung agar tak ketinggalan untuk menonton konser.
Mereka secara serius memikirkan trik dan tips mengatur keuangan untuk memudahkan mereka membeli tiket ketika event tersebut diselenggarakan agar kantong tidak bolong seketika, namun dipersiapkan jauh-jauh hari.
Negara Abai dalam Menyelamatkan Generasi
Potret kerusakan generasi kian hari kian parah. Ini harusnya menjadi kondisi yang sangat mengkhawatirkan bagi semua pihak, terutama bagi penguasa. Karena penguasa memiliki tanggung jawab atasnya, baik dan buruknya kondisi mereka.
Mengingat generasi muda adalah mereka yang kelak akan meneruskan sebuah peradaban dan bangsa, berjuang mewujudkan berbagai tujuan peradaban dan bangsa tersebut.
Jika keberadaan sebuah generasi sedemikian penting, maka hal ini jika diibaratkan sebuah tubuh, mereka adalah jantung. Untuk itu negara haruslah serius menyiapkan generasi tersebut agar mampu mengemban tujuan dari sebuah peradaban dan bangsa. Terutama menjaga mereka agar tidak terwarnai oleh berbagai pemikiran dan budaya sesat dan menyesatkan.
Namun fakta hari ini negara justru abai dari menjaga generasi yang dimilikinya, negara tidak berfungsi sebagai antibody yang menjaga generasinya dari virus-virus yang merusak, namun justru memfasilitasi masuknya virus tersebut.
Seperti mengizinkan adanya berbagai konser musik, termasuk konser Blackpink beberapa waktu lalu. Padahal berbagai group musik seperti Blackpink berasal dari budaya Barat yang bebas, yang berpotensi menambah rusaknya generasi muda kita. Bayangkan generasi harus menghabiskan waktu, tenaga, energi dan juga biaya yang tidak murah hanya untuk sekadar mendengarkan lagu.
Apalagi di tengah kondisi perekonomian seperti hari ini, mereka menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk berburu tiket.
Fakta ini menggambarkan bahwa negara abai dari menjaga dan melindungi generasi dan menutup mata terhadap kesulitan ekonomi yang melanda rakyatnya.
Apalagi dengan keleluasaan dalam memberikan izin konser hingga pengamanan acara dan lalu lintas yang dikerahkan, juga menjadi bukti totalitasnya negara dalam mendukung keberlangsungan kegiatan ini.
Di sisi lain, sikap yang ditunjukkan negara sangat kontradiktif terhadap berbagai kebaikan dan prestasi yang ditampilkan oleh pemuda kita hari ini. Seperti para generasi muda kita yang berhasil menjadi juara hingga di event internasional.
Agenda rohis yang bermanfaat bagi pemuda yang mana mereka akan mendapatkan ilmu untuk membentengi diri mereka dari berbagai keburukan, tetapi aktivitas dan aktivisnya justru malah dicap sebagai teroris.
Demikian juga keberadaan pemuda yang membaca Al-Qur’an di sepanjang Malioboro, dengan berbagai alasan dilarang dan dibubarkan.
Demikian negara dengan sistem sekuler kaptalisme hari ini. Negara tidak memiliki standar dan visi yang jelas dalam mendidik dan membangun generasi.
Alih-alih ingin mewujudkan generasi yang baik dan berguna yang dapat melanjutkan estafet perjuangan, namun justru generasi secara alamiah mengalami kerusakan.
Semua disebabkan oleh rusaknya sistem kehidupan yang diadopsi negara hari ini, yang menjauhkan Islam dari kehidupan. Yang menjunjung nilai-nilai materi, kebebasan dan kesenangan duniawi. Islam hanya sebatas agama ruhiyah, bukan sebagai sistem yang mengatur keberlangsungan kehidupan yang dijalankan.
Maka sangat wajar jika kerusakan demi kerusakan terus menggerogoti negeri yang tidak menjadikan Islam sebagai peraturan kehidupan seperti yang menimpa negeri kita hari ini.
Islam Membentuk Generasi Beriman dan Bertakwa
Generasi muda saat ini telah menjadi aktor-aktor bergaya hidup pragmatis, hedonis dan liberal, sangat jauh dari nilai-nilai Islam. Kapitalisme telah membajak mereka sehingga kesehariannya adalah berorientasi materi, bucin dan hiburan duniawi semata.
Hal ini tentu tidak terjadi dengan sendirinya, namun disebabkan oleh abainya peran pilar-pilar yang menjadi pelindung yaitu keluarga, masyarakat dan negara sebagai benteng pertama yang menjaga dan melindungi geneasi. Sangat mustahil mewujudkan generasi yang baik jika negara dan pemimpin tidak memiliki visi tersebut.
Tidak mungkin kebaikan generasi hanya dapat diwujudkan oleh masyarakat dan keluarga tanpa ada peran negara dan sistem kepemimpinannya.
Sebagaimana Rasulullah menganggap akan pentingnya sebuah negara dan sistem kepemimpinan, sehingga dakwah yang beliau lakukan pertama adalah mewujudkan tegaknya negara Islam pertama di Madinah sebagai institusi yang akan menjaga dan melindungi rakyatnya, yang menerapkan berbagai tata aturan hukum hingga tata kelola ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya.
Maka wajar jika hari ini negara dan pemimpinnya tidak berdaulat dan sangat mudah dikendalikan.
Memberikan keleluasaan dan kelonggaran terhadap maksiat namun ketat pengawasan terhadap hal yang baik dan bermanfaat.
Penyelenggaraan konser diberi panggung, pengajian dan agenda-agenda rohis dibatasi bahkan dilabeli dengan teroris.
Seperti yang kita saksikan hari ini, kita sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim justru dijadikan sasaran terselenggarakannya konser-konser musik dan yang disasar adalah generasi muda kita.
Tentu tidak demikian jika negeri dan rakyatnya diatur oleh syariat Islam. Sebab Islam memiliki mekanisme dalam membentuk generasi yang bersyakhsiyah Islam yang mewujud pada baiknya kondisi iman, taat dan ketakwaan mereka pada Allah dan syariatNya.
Salah satunya adalah dengan sistem pendidikan Islam. Islam memiliki sistem pendidikan yang khas yang berasas pada akidah Islam.
Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian Islam, yakni pola pikir dan pola sikap sesuai tuntunan syariah. Sehingga akan ditemukan output generasi yang tidak hanya cerdas namun juga taat dan takwa, mengikat diri mereka dengan aturan-aturan Allah Ta’ala.
Maka tidak akan ditemukan pada diri mereka hadir di tempat-tempat maksiat seperti konser musik yang membuka pintu khalwat (berdua-duaan) dan ikhtilat (bercampur baur) dengan yang bukan mahram.
Selain negara yang menerapkan sistem peraturan, Islam tidak akan mengizinkan konser-konser musik itu terjadi.
Kemudian negara Islam memiliki karakter masyarakat yang khas, yang dibangun di atas amar makruf nahi mungkar. Yang akan senantiasa saling memuhasabahi jika terjadi pelanggaran syariat antar satu sama lain.
Demikian juga jika terjadi pelanggaran syariat oleh para penguasa. Dengan demikian hanya ideologi Islam yang akan mampu mewujudkan generasi yang berkarakter baik, beriman dan bertakwa, bukan ideologi yang lain. (***)