Ideologi Iblis Merasa Lebih Baik dari Nabi Adam, Penyebab Kesombongan & Kebodohan

jpn

Bimantika.net -Diantara sebab-sebab munculnya kejahiliyyahan (kebodohan,red) pada suatu masyarakat antara lain :

Pertama, dzannus su-i billah (asumsi/sangkaan-sangkaan yang buruk kepada Allah).

Mereka memiliki pengetahuan tentang Allah Ta’ala namun hanya berdasarkan sangkaan semata dan tidak berdasarkan ilmu dan petunjuk yang benar.

“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Yunus, ayat ke-36)

Diantara contoh sangkaan-sangkaan buruk mereka kepada Allah Ta’ala adalah mereka menyangka bahwa Allah Ta’ala membutuhkan sekutu,

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” (QS. Az-Zumar, ayat ke- 3)

Berawal dari sangkaan-sangkaan buruk kepada Allah Ta’ala yang tak berdasar itu, lahirlah sangkaan-sangkaan buruk lainnya.

Diantaranya adalah mereka berprasangka buruk kepada agama Allah dan rasul-Nya.

Allah mengadzab orang-orang munafik baik laki-laki maupun perempuan, laki-laki musyrik maupun perempuan yang mereka dengki kepada orang-orang yang beriman dan yang mereka menyerang kaum muslimin, dan yang mereka menyangka dengan sangkaan buruk kepada Allah yang bahwasanya mereka menganggap bahwa Allah tidak akan menolong agama-Nya, tidak juga meninggikan kalimat-Nya, dan Allah menjadikan pengikut kebenaran di atas pengikut kebathilan.

Kedua, al-istighna (merasa cukup). Sehingga tidak merasa butuh dan perlu kepada hidayah Allah Ta’ala.

Mereka bersikap melampaui batas dan sombong di hadapan ayat-ayat Tuhannya; tidak mau mendengar dan memikirkannya.

Mereka merasa telah mapan dan nyaman dengan apa yang ada di sekelilingnya karena memiliki kekayaan dan harta.

“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas. Karena Dia melihat dirinya serba cukup.” (QS Al-‘Alaq, ayat ke- 6 dan 7)

Mereka berkilah ketika diseru kepada Islam,

“Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul’. Mereka menjawab: ‘Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya’. Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (QS. Al-Maidah, ayat ke-104)

Ketiga, al-istikbar (kesombongan). Merasa diri besar sehingga menolak kebenaran seraya melecehkan orang lain.

Inilah ideologi Iblis yang merasa diri lebih baik dari Adam, sehingga berani menyelisihi dan membangkang kepada perintah Allah azza wa jalla untuk bersujud kepadanya,

“Allah berfirman: ‘Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?’ Menjawab iblis, ‘Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah’”. (QS. Al-A’raf, 7: 12)

Inilah ideologi Fir’aun dan para pengikutnya, mereka mengingkari bukti-bukti kekuasaan Allah Ta’ala yang ditunjukkan oleh Nabi Musa ‘alaihis salam karena mereka saat itu bisa melakukan apa saja dan merasa lebih tinggi dibanding utusan-Nya itu.

“Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan.” (QS. An-Naml, 27: 14).

Inilah ideologi kafir musyrikin pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berpaling dari seruan Al-Qur’an karena memandang ajaran nenek moyangnya lebih baik dari ajaran Islam.

penampilan jahiliyah di era yang semakin modern ini, orang berlomba-lomba untuk tampil eksis di depan orang lain.

Banyak yang sampai rela menghabiskan jutaan bahkan milyaran untuk menunjang penampilannya.

Pola penampilan tersebut dapat dikategorikan sebagai pola penampilan jahiliyah.

Fenomena tersebut melahirkan budaya hedonisme, yang mana segala sesuatu selalu diukur dengan besarnya harta, begitu juga dengan penampilan.

Masalah yang muncul selanjutnya ialah gap atau kesenjangan sosial yang amat dalam, dimana di satu sisi ada orang yang dengan mudah membeli pakaian dengan harga yang relatif tinggi, di sisi lain ada orang yang rela berpakaian “mbah-reng-nggo” atau dicuci, kering lalu dipakai lagi.

Lebih parahnya, ketika nafsu hedonisme tidak dibarengi dengan kemampuan dan daya beli, maka yang terjadi adalah hutang di sana-sini karena memaksakan diri untuk membeli sesuatu yang sebenarnya belum mampu dibeli.

Lihatlah betapa mudahnya seseorang mengajukan kredit sepeda motor, bahkan hanya demi sebuah smartphone-pun sampai rela berhutang karena di beberapa tempat, HP dapat dibeli dengan sistem kredit.

Belum sampai lunas, motor sudah diambil lagi oleh bank, sungguh memprihatinkan.

Tampaknya, jahiliyah bukan produk pemahaman yang hanya berlangsung pada masa Arab pra Islam saja, tetapi sudah menjadi bahaya laten dalam kehidupan masa kini.

Kejahiliyahan bangsa Arab masa lalu hanya sebagai contoh, karena faktanya paham jahiliyah dapat terjadi di seluruh belahan dunia dan di seluruh lapisan masyarakat. Islam datang untuk menyempurnakan akhlak manusia di seluruh alam.

Di era saat ini, tantangan umat Islam jauh lebih berat dibanding pada masa lalu. Musuh Islam pada masa sekarang bukan berwujud orang atau benda yang kasat mata, tetapi ada di dalam mental umat itu sendiri.

Akal dan mental manusia siap digerogoti oleh nafsu manakala ia tidak mampu mempertahankannya. (***//Berbagai Sumber)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *