Bimantika.net -Bencana terbesar dalam hidup ini bukan kematian. Musibah atau bencana terbesar dalam kehidupan ini adalah matinya hati. Hati kita mati sementara jasad kita masih hidup.”
Hati yang mati dapat didefinisikan sebagai hati yang tidak memiliki kehidupan di dalamnya. Hati yang mati tidak akan mengenal Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW, sehingga hati yang mati tidak akan menyembah Allah dan menjalankan perintah-Nya. Ia hanya akan menuruti hawa nafsu dan hanya mengejar dunia. Bahkan ia tidak akan peduli pada amalan baik apa yang sudah ia kerjakan seakan ia bakal hidup di dunia untuk selamanya. Ia tidak akan dapat menerima nasehat baik dan tidak dapat menerima kebenaran yang jelas sudah pasti adanya. Karena Allah telah menutup mata hatinya dan menutup pintu hidayah untuknya.
Dalam Alquran telah disebutkan bagaimana orang-orang tertentu (para ulama) itu merasa takut kepada Allah SWT.
Setiap kali mendengar adzan mereka berwudhu, hatinya bergetar dan tidak jarang wajah mereka pucat. Karena mereka sadar, setelah berwudhu akan menghadap Allah SWT (shalat).
Ini semua karena hati mereka para ulama itu hidup, hatinya selalu tertambat kepada Allah.
Sebaliknya. orang-orang yang tidak memiliki rasa takut dan justru tertawa dengan perbuatan dosanya, maka dipastikan shalatnya tidak akan pernah khusyuk.
Tersebutkan dalam sebuah hadits:
مَنْ يَأْتِيَ الْخَطِيئَةَ وَهُوَ يَضْحَكُ دَخَلَ النَّارَ وَهُوَ يَبْكِي
“Barangsiapa yang berbuat dosa dalam keadaan tertawa, maka dia akan masuk neraka dalam keadaan menangis.”
Ketika kita bicara soal kematian, ulama besar Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi mengatakan, sesungguhnya mati itu bukan musibah atau bencana, mati itu sunnatullah atau sesuatu yang pasti terjadi. “Bencana terbesar dalam hidup ini bukan kematian. Musibah atau bencana terbesar dalam kehidupan ini adalah matinya hati. Hati kita mati sementara jasad kita masih hidup.”. Matinya hati karena kita tak ;punya rasa takut sedikitpun kepada Allah SWT.
Manusia di ciptakan oleh Alah dibekali dengan hati (Qalbun) yang akan membawa manusia ke mana tujuan hidup manusia tersebut.
Cara kerja Hati adalah memberikan perintah kepada otak yang akan mengomandokannya ke seluruh bagian tubuh apa yang harus dikerjakannya.
Kepada orang kafir diberikan hati yang mati sebagaimana Allah SWT menerangkannya dalam Al-Qur’an
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman (Al-Baqarah:6)”.
Kalaupun hati yang mati itu dapat hidup kembali itu sangat bergantung kepada Takdir dan Hidayah Allah SWT karena hanya Allah maha menguasai segala sesuatunya dan maha mengetahui metode untuk menghidupkan hati manusia, lanjutnya.
Sementara itu hati orang-orang munafik yakni orang yang imannya setengah hati adalah hati yang tidak sehat atau hati yang sakit “dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta (Al-Baqarah:10).
Dengan bertambahnya penyakit yang ada dalam hati mereka itu mereka bisa mengatakan sesuatu yang mereka tidak lakukan (dusta). Bila kita kembali melihat ayat sebelumnya “di antara manusia ada yang mengatakan:
“Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian,” Padahal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, Padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar” (Al-Baqarah:8-9), mereka memerintahkan suatu amal kepada orang lain tetapi mereka sendiri tidak mengerjakannya, mereka itulah orang-orang munafik, mereka itulah yang memiliki hati yang sakit.
Sementara itu orang-orang yang Salih, orang-orang yang benar adalah orang-orang yang memiliki hati yang sehat dan orang yang memiliki hati yang sehat itu sangat sedikit.
Umar bin Khatab pernah menghampiri seorang Arab yang sedang berada di dalam Masjid ia mendengar orang Arab itu sedang i’tikaf sambil berdo’a
“Allahumaj’alni minal qaliilun-Allahumaj’alni minal qaliilun-Allahumaj’alni minal qaliilun (ya Allah jadikanlah aku golongan orang yang sedikit- ya Allah jadikanlah aku golongan orang yang sedikit- ya Allah jadikanlah aku golongan orang yang sedikit), umar bertanya kepada orang Arab tersebut “mengapa engkau meminta Allah menjadikanmu golongan orang yang sedikit?”
Orang Arab itu menjawab karena golongan orang yang sedikit itu adalah orang yang pandai bersyukur dan orang yang bersyukur itu adalah orang yang Ikhlash, mereka itulah orang-orang yang hatinya sehat, hatinya hidup hati yang Salim (Qalbin Salim) merekalah orang-orang yang beruntung hidupnya di Dunia dan di Akhirat nanti. (***)